Jumat, 10 Agustus 2007

S A B A R


Menjaga kesucian diri (‘Iffah) adalah sabar untuk menahan diri dari syahwat kemaluan dan menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan

Kemuliaan jiwa adalah sikap sabar dengan menahan diri dari syahwat perut

Menyimpan rahasia adalah sabar dengan menahan diri dalam menampakkan sesuatu yang tidak baik untuk ditampakkan yang berupa pembicaraan

Tidak suka pada keduniawian (Zuhud) adalah sabar untuk menahan diri terhadap kehidupan yang berlebihan

Merasa puas dengan apa yang dimiliki (Qona’ah) adalah sabar dengan menahan diri untuk merasa puas dengan apa yang dimiliki

Lemah lembut (Hilm) adalah sabar dengan menahan diri dari sesuatu yang dapat membangkitkan amarah

Bersikap tenang (Waqar) adalah sabar untuk tidak tergesa-gesa dan kurang akal

Berani adalah bersabar dengan menahan diri dari sesuatu yang mengajak untuk melarikan diri

Pemaaf adalah sabar dengan menahan diri untuk tidak melakukan balas dendam

Pemurah adalah sabar dengan menahan diri untuk tidak memenuhi panggilan kekikiran

Semangat adalah sabar dengan menahan diri dari sesuatu yang mengajak pada kelemahan atau kemalasan

MAKANAN YANG BERCAMPUR ANTARA YANG HALAL DAN YANG HARAM

Oleh : Syekh ‘Abd al-Qodir al Jaylani


Seorang murid syekh ‘Abd al-Qodir bertanya, “Apabila makanan yang dikonsumsi seseorang bercampur antara yang haram dan yang halal (misalnya zat makanannya halal tetapi cara memperolehnya haram), sahkah sholat dan puasa orang itu?”

Syekh ‘Abd al-Qodir menjawab, “Yang halal itu jelas, yang haram juga jelas. Syariat telah menjelaskan semua itu, dan kita tunduk kepada ketentuan itu. Bila hatimu mengatakan kepadmu ‘tidak’, maka makanan itu haram. Bila ia mengatakan kepadamu ‘ya’, maka ia halal. Bila hatimu diam, tidak berkata ‘ya’ dan tidak berkata ‘tidak’, maka ia syubhat. Bila engkau menghindari segala hal yang biasa dikonsumsi (padahal syubhat) dan engkau bersabar menanggung susahnya, itulah qonaah (merasa puas dengan rezeki seberapa besarpun yang Allah berikan).

Engkau tahu, berapa banyak ketaatan, puasa, dan sholat dilakukan tapi ternyata tidak membebani pelakunya. Yang dituntut darimu sebenarnya adalah hati yang bersih dari segala noda dan apapun selain Allah.

Orang yang zuhud munafik, lahirnya tampak bersih, tetapi batinnya kotor. Pipinya tampak pucat, khusyuk hanya pada kedua bahunya dan bajunya yang terbuat dari bulu domba melekat pada tubuhnya. Zuhudnya terletak pada kekikirannya dan batin yang tidak ingin memberi. Jiwanya selalu mengharapkan pujian dan enggan dikecam. Matanya nanar menatap milik orang lain karena berharap memilikinya.

Adapun seorang arif (yang merupakan ahli waris para nabi) menerima langsung bagian pengetahuhan ilahi dari Nabi saw. dan kemudian membagikan bagiannya kepada murid-muridnya. Ia guru besar di negerinya, namun juga siap mengerahkan segenap balatentaranya memerangi musuh (hawa nafsu). Sirrnya bening. Hatinya bersih. Karena itu, ia mampu melihat hadrah Ilahiah (dengan pendekatan iman). Gelombang ilmu menelannya (sehingga tak tampak menonjol), lautan dunia tak dapat memenuhi hatinya, seluruh yang ada di tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi dan seluruh mahluk lainnya tak berdaya menguasai hatinya (karena di dalam hatinya ada Allah). Itulah gambaran seorang arif dan zahid sejati.

KEKANGLAH JIWA KALIAN !!!

Oleh : Sayyidina Umar Ibn al-Khattab r.a.


Dalam sebuah pidato, Umar ibn al-Khattab r.a. mengatakan:

Kekanglah jiwa kalian dari keinginan-keinginan yang buruk, Karena yang demikian itu pada hakekatnya adalah nafsu yang cenderung mengajak berbuat jahat. Kalau tidak kalian kekang, ia akan menyeret kalian pada kehancuran. Sesungguhnya kebenaran adalah sesuatu yang berat lagi pahit. Sebaliknya kebatilan adalah sesuatu yang ringan lagi manis. Meninggalkan dosa adalah lebih baik daripada mengatasinya dengan bertaubat. Banyak pandangan mata menjadi sumber nafsu. Dan nafsu sesaat dapat menimbulkan kesedihan yang cukup lama.

(Al-Bayan Wa al-Tabyin III/138).

Sabar Menelan Pil Pahit

Oleh : Syekh ‘Abd al-Qodir al Jaylani


Sebagian ulama nemuturkan bahwa orang yang berbuat kebaikan itu banyak, tetapi yang tidak berbuat dosa hanyalah orang shiddiq (benar).

Orang Shiddiq meninggalkan dosa besar dan dosa kecil, kemudian mempertajam waraknya, tidak memperturutkan hawa nafsu, kemudian meninggalkan hal mubah yang masih bercampur dengan yang haram, dan akhirnya hanya mencari yang murni halal.

Meskipun orang shidiq (yang meninggalkan maksiat) menghabiskan sebagian besar siang dan malamnya untuk ibadah kepada Allah SWT. …, bisa jadi ia berdoa tapi tidak juga dikabulkan, dia memohon kepada Allah tetapi belum juga diberi, mengadukan kesulitannya kepada Allah tetapi kesulitannya makin bertambah. Ia meminta solusi dan jalan keluar dari persoalan yang ia hadapi, tetapi solusi itu tak kunjung tiba. Ia bertakwa tetapi masih juga tidak memperoleh jalan keluar bagi persoalannya. Ia bertauhid dan ikhlas beramal. Meskipun demikian, ia tetap tegar dan sabar menghadapi pahitnya semua masalah yang ia hadapi. Ia tahu bahwa kesabarannya adalah obat penawar bagi hatinya, media untuk membeningkan hati dan mendekatkan diri kepada Allah. Ia juga tahu bahwa kebaikan akan datang kepadanya setelah ujian ini. Ia tahu, dengan ujian ini akan tampak siapa yang mukmin dan siapa yang munafik, siapa yang bertauhid dan siapa yang musyrik, siapa yang ikhlas beramal dan siapa yang riya, siapa yang berani dan siapa yang pengecut, siapa yang teguh dan siapa yang guncang, siapa yang sabar dan siapa yang gampang berkeluh kesah, siapa yang hak dan siapa yang batil, siapa yang benar dan siapa yang bohong, siapa yang mencintai Allah dan siapa yang membenci-Nya, siapa yang mengikuti sunah Rasul dan siapa yang ahli bid’ah.

Di dunia ini, jadilah engkau seperti orang yang tengah mengobati lukanya: ia bersabar menelan pil pahit karena berharap petaka dan bencana yang menimpanya segera sirna dan berlalu.